Memang Anies berhasil menghadirkan jalur Gaza di tengah-tengah DKI Jakarta. Memang manusia ini adalah manusia yang tidak pernah menganggap diri bersalah ini, menghadirkan peperangan di tengah kota DKI Jakarta. Ironisnya, di malam takbiran hal itu terjadi.
Terima kasih Anies, di malam yang seharusnya menjadi malam penuh ucap syukur dan kemenangan, ada satu anak di Pademangan tewas dikeroyok.
Terima kasih kami ucapkan kepada Gubernur Jalur Gaza. Malam takbiran di DKI Jakarta serasa zona perang. Ketika satu anak yang mungkin habis melakukan sholat, mati dihujani parang oleh sekelompok pemuda secara brutal.
Memang Anies berhasil menghadirkan jalur Gaza di tengah-tengah DKI Jakarta. Memang manusia ini adalah manusia yang tidak pernah menganggap diri bersalah ini, menghadirkan peperangan di tengah kota DKI Jakarta. Ironisnya, di malam takbiran hal itu terjadi.
Satu nyawa tidak berarti bagi Anies. Karena apa? Karena Anies menang dengan dukungan para relawan yang tidak mensolatkan jenasah pendukung Ahok. Ayo Nies, angkat kerandanya tinggi-tinggi.
Di malam takbiran yang menjadi malam menyambut kemenangan Idul Fitri, seorang remaja 19 tahun berinisial ASA, harus mati mengenaskan di tangan para remaja lainnya. Di jalan Pademangan III, Pademangan Barat, Jakarta Utara, tempat Anies menang, Rabu dini hari 5 Juni sekitar pukul 03.00.
Korban mengalami luka robek di pipi kanan, telinga kanan, tengkuk, punggung dan di tangan kiri.
kata Kepala Kepolisian Sektor Pademangan Komisaris Julianthy dalam keterangan tertulis, Kamis, 6 Juni 2019.
Julianthy mengatakan, korban merupakan warga Jalan Budimulia, Pademangan Barat Jakarta Utara.
Hal ini pun dikonfirmasi oleh Made Oka, Kepala Unit Reserse Kriminal Polsek Pademangan, Ajun Komisaris Made Oka.
Lagi takbir keliling, lewat, kemudian mungkin ada salah paham di sana.
kata Kepala Unit Reserse Kriminal Polsek Pademangan Ajun Komisaris Made Oka.
Ada kesalahpahaman yang terjadi. Bukannya semuanya sudah sepaham bahwa besok merayakan kemenangan? Kok malah salah paham? Kenapa? Apakah ini karena memang pendukung Anies ini brutal-brutal?
Kabarnya, ASA ini tertinggal dari rombongan dan menyangkut di rombongan lainnya. Di sanalah terjadi salah paham dan akhirnya ia harus meregang nyawa karena dikeroyok oleh para pelaku.
ASA, kehilangan asa ketika hidupnya dihujani parang. Parang yang entah dari mana. Ketika kita melihat hal ini, siapa yang bisa kita salahkan?
Apakah salah ASA karena tertinggal rombongan? Atau kesalahan pelakunya? Kalau kita hanya membandingkan dua ini, ya salah paling berat, adalah salah di pelakunya. Sejak kapan malam takbiran, orang bawa parang?
Sejak kapan takbiran, boleh keliling-keliling? Padahal tahun lalu, Sandiaga sebagai wagub dungu juga melarang malam takbiran keliling. Salahnya bukan di takbirannya. Tapi di “keliling”nya. Paham kau, Anies Dungu? Anies ini hadirkan neraka di Jakarta dengan sangat mengerikan.
Orang ini membiarkan dan membuka lebar-lebar pembunuhan di DKI Jakarta. Pembunuhan yang terjadi di malam takbiran, menjadi pembunuhan yang bisa terjadi kapan saja. Karena di malam kemenangan pun, ketika mereka berani membunuh, di malam-malam lain di DKI, akan jauh lebih parah.
Ini adalah buah dari kemenangan Anies yang didasarkan oleh isu SARA. Sesama imannya saja saling bunuh-bunuhan dan saling ancam tidak mensolatkan.
Kehadiran Anies ini membuat toleransi semakin rusak. Kesenjangan semakin muncul. Keberadaan Anies ini merusak suasana lebaran. Apakah Anies ini beragama? Atau memang justru ingin menghadirkan nuansa keagamaan yang mencekam seperti di Palestina?
Kita harus tahu betul, bahwa keberadaan Anies di DKI Jakarta ini, tidak sebagai gubernur DKI Jakarta. Dia datang sebagai gubernur yang membuka ruang lebar-lebar bagi para anarkis untuk menjalankan anarkismenya.
Coba lihat tindakannya di tanggal 21 dan 22 Mei 2019. Dia membuka potensi rusuh yang begitu besar. Pengobatan gratis bagi perusuh. Bahkan mayat perusuh diangkat tinggi-tinggi. Saya yakin, ini bukan ajaran agama yang ada di Indonesia. Sejak kapan kita disuruh mentraktir musuh dan mengangkat Mayatnya tinggi-tinggi?
Kalau ajaran mengasihi musuh ditafsir seperti itu oleh Anies, di sanalah kegagalan interpretasi. Musuh yang ada, justru harus disingkirkan. Sebelum mereka berbuat jahat, justru ditutup dulu potensi melakukan kejahatannya. Anies gagal memahami agama.
Pengeroyokan ASA di Pademangan menjadi satu buah pahit dari apa yang sudah ditanam sejak 2016 silam. Yang ditanam adalah radikalisme. Maka munculnya adalah brutalisme dan vandalisme. Terima kasih Anies. Saya boleh dong menertawakan terus menerus DKI Jakarta? Selamat ya.
COMMENTS