Baru Gubernur Anies Baswedan yang memperbolehkan masyarakat dari luar daerah untuk ber-urban ke Jakarta pasca Lebaran. Dari dulu, bahkan semasa Gubernur Sutiyoso, DKI Jakarta benar-benar mengetatkan pengawasan untuk menghindari arus urbanisasi pasca Lebaran.
Baru Gubernur Anies Baswedan yang memperbolehkan masyarakat dari luar daerah untuk ber-urban ke Jakarta pasca Lebaran. Dari dulu, bahkan semasa Gubernur Sutiyoso, DKI Jakarta benar-benar mengetatkan pengawasan untuk menghindari arus urbanisasi pasca Lebaran.
Apalagi diperkirakan pasca lebaran tahun 2019 ini, akan ada sekitar 71.000 pendatang dari daerah yang akan mengadu peruntungan di Ibu Kota. Dan Anies Baswedan melarang aparat manapun untuk melakukan razia terhadap mereka.
Alasan yang Anies Kemukaan adalah karena Anies memandang Jakarta sebagai Ibu Kota Negara yang artinya milik semua orang Indonesia. Anies mengatakan, jika biasanya pada tahun-tahun sebelumnya menerapkan operasi yustisi terhadap pendatang baru di Jakarta, maka tahun ini, warga luar Jakarta setelah Lebaran 2019 bisa datang mencari penghidupan di ibu kota. Operasi itu sudah dihentikan Pemprov DKI sejak tahun lalu.
Ada dua kemungkinan atas pemikiran Anies Baswedan tentang masalah Urbanisasi pasca lebaran ini. Pertama, Anies Baswedan sudah gagal paham dalam memahami Jakarta. Anies gagal membedakan Jakarta sebagai sebuah propinsi dan sebagai sebuah Ibu kota. Kedua, ini taktik Anies Baswedan dalam menghancurkan Jakarta secara pelan-pelan karena rasa dendam yang dia simpan.
Tapi, jujur saja, kemungkinan kedua ini hanya tebak-tebakan saja. Karena kalau dilihat lagi lebih dalam… rasanya Anies terlalu bodoh untuk mampu melakukan dendam karena dia pernah dipecat oleh Jokowi. Kehancuran Jakarta ini bukan karena suatu kesengajaan seorang Anies Baswedan. Tetapi lebih tepat dikarenakan kebodohan seorang Anies Baswedan.
Saya tidak bisa membayangkan jika Anies Baswedan menjadi Perdana menteri Singapura. Mungkin tidak akan sampai satu tahun, dia sudah di demo rakyat Singapura dan bahkan mungkin diseret keluar dari kantornya. Soalnya, Anies pasti gagal juga memandang Singapura sebagai sebuah Negara dan sebuah kota.
Kembali ke DKI Jakarta…
Daerah Khusus Ibukota Jakarta, adalah satu dari 33 propinsi yang ada di Indonesia. Sebuah propinsi yang bersifat ‘khusus’, dimana ke-khusus-annya ini diatur oleh undang-undang. Pemerintahan daerah yang bersifat ‘khusus’ adalah daerah yang diberikan otonomi khusus. Bagi Provinsi DKI Jakarta diberlakukan UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu kota Jakarta sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Salah satu kekhususan Propinsi DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta adalah daerah khusus yang berfungsi sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sekaligus sebagai daerah otonom pada tingkat provinsi.
Jumlah populasi propinsi DKI Jakarta adalah sebanyak 10.4 juta dengan tingkat kepadatan penduduk hampir 15.700 jiwa per kilometer persegi. Padatkah? Ya padat jika kita membandingkannya dengan Jawa Barat yang tingkat kepadatannya kurang dari 2000 jiwa per kilometer persegi. Atau Singapura yang tingkat kepadatannya kurang dari 8000 jiwa per kilometer persegi.
Anies Baswedan adalah Gubernur Propinsi D.K.I. Jakarta. Dia bukan Gubernur Ibu Kota Negara Republik Indonesia. Artinya Propinsi DKI Jakarta adalah milik penduduk Jakarta, sama seperti propinsi D.I. Yogyakarta adalah milik penduduk Yogyakarta.
Adalah satu kesalahan besar jika Anies Baswean salah memandang propinsi yang dipimpinnya, bahwa DKI Jakarta hanya sebagai Ibu Kota Negara. Hingga dia membuka seluruh akses, fasilitas dan kekayaan DKI Jakarta kepada seluruh rakyat Indonesia. Dan sepertinya inilah kesalahan fatal Anies Baswedan yang mengakibatkan dirinya tak mampu untuk mengelola propinsi yang dipimpinnya. Ini yang saya maksud dari kemungkinan pertama.
Anies yang biasa hidup dalam indahnya merangkai kata-kata, tiba-tiba dihadapkan pada sebuah pekerjaan besar dimana dia diwajibkan untuk memiliki pemikiran yang inovatif, cepat, tepat dan bersinergi dengan pemerintahan pusat.
Sayangnya Anies menganggap dirinya adalah Gubernur Ibu Kota Negara. Baginya, merangkul rakyat Indonesia, dari propinsi manapun di Indonesia, ketika datang ke Ibu Kota Negara, adalah satu kewajiban. Dan mereka harus diperlakukan sama seperti warga Jakarta. Itu sebabnya “No Operasi Yustisi!!”.
Yang pasti, dengan Anies Baswedan menjadi Gubernur Jakarta, sekarang kita semua menjadi paham, mengapa dulu Jokowi memecat dia dari jabatan Menteri pendidikan. Anies Baswedan adalah seorang yang tidak memiliki orientasi kerja sama sekali. Kalau disuruh berkhayal, bisa dibilang dia jagonya.
Saya jadi penasaran, apa tanggapan warga Jakarta atas keputusan Gubernur Ibu Kota Negara yang mewelcome para urban di tahun 2019 ini?? Tentunya persaingan dalam hal mencari pekerjaan jadi lebih ketat. Tingkat keamanan juga pastinya harus lebih ketat karena membanjirnya pendatang. Yang nge-Grab dan nge-GoJek akan semakin langka penumpang karena para pendatang tadi sebagian pasti ada yang bekerja sebagai supir Grab atau Gojek.
Saya jadi ingat eksperimen seekor tikus yang ditempatkan di dalam sebuah kotak berukuran 50cm x 50 cm. Dia terlihat tenang. Saat dikasih makan juga tenang. Lalu dimasukkan 10 tikus baru, tikut yang asalnya sendiri dan tenang, mulai terlihat stress. Dan ketika makan, mereka mulai berebutan. Lalu dimasukkan lagi 5 tikut tambahan. Beberapa hari kemudian, ditemukan ada tikut mati karena persaingan mendapatkan makanan.
Dan Anies Baswedan sepertinya memperlakukan Jakarta dan warga Jakarta, persis seperti eksperimen tikus tadi. Tapi, ya mungkin itu juga yang diminta warga Jakarta, saat mereka memilih Anies menjadi Gubernur mereka.
COMMENTS