Polri Tanggapi Ocehan Gatot Mengenai Aksi Kerusuhan 21-22 Mei
Mantan panglima TNI Gatot Nurmantyo sempat membuat heboh publik lantaran pernyataannya saat menjadi narasumber di tvOne, 11 juni 2019. Dia menuding polri melakukan penggiringan opini publik dalam kerusuhan 21, 22 Mei. Gatot menilai kepolisian telah memojokkan purnawirawan sebagai dalang kerusuhan.
Gatot menyangkal institusinya TNI tidak mungkin melakukan makar. Dia berkilah kalau seorang patriot yang rela mati demi negara tak mungkin jadi musuh negara.
Gatot mungkin lupa kalau target utama pembunuhan juga berasal dari institusinya sendiri yakni jenderel TNI. Atau dia melupakan sejarah kelam PKI di mana ada keterlibatan dalam tubuh TNI dalam pembunuhan 7 jenderal. Apa dia menunggu benar-benar ada pembunuhan baru percaya kalau ancaman itu nyata.
Yang terbaru polisi sudah mengungkap penyandang dana dan eksekutor. Kivlan Zein dan Soenarko yang jadi idola Gatot kini tak bisa berkata apa-apa setelah aparat berhasil meringkuk mereka beserta barang bukti dan saksi. Mau berkilah apalagi???
Dilansir dari tirto.id: Dalam acara itu Gatot juga menyinggung pemerintah yang belum berhasil mengusut kerusuhan tersebut. Atas pernyataannya, Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Pol Asep Adi Saputra menanggapi bahwa kepolisian sudah berusaha bertindak cepat.
"Saya kira masyarakat yang menilai seperti apa penanganan pemerintah terkait 21-22 Mei. Masyarakat bisa lihat bagaimana kepolisian itu bertindak sangat profesional dan humanis,” ujar dia di Mabes Polri, Rabu (12/6/2019).
Sisi humanis, lanjut dia, yaitu massa beraksi dalam arti damai. Ketika itu mereka meminta waktu lebih untuk berbuka puasa, salat magrib dan tarawih. Permintaan itu pun diikuti oleh kepolisian. “Kami ikuti, itu adalah sebuah diskresi secara humanis,” sambung Asep. Sedangkan secara profesional, masyarakat juga harus mengerti bahwa Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.
Ada enam tahapan tindakan kepolisian yang diatur dalam Pasal 5 peraturan tersebut, yaitu kekuatan yang memiliki dampak deterrent atau pencegahan; perintah lisan; kendali tangan kosong lunak; kendali tangan kosong keras; kendali senjata tumpul, senjata kimia antara lain gas air mata, semprotan cabe atau alat lain sesuai standar Polri; kendali dengan menggunakan senjata api atau alat lain yang menghentikan tindakan atau perilaku pelaku kejahatan atau tersangka yang dapat menyebabkan luka parah atau kematian anggota Polri atau anggota masyarakat. “Jadi, kondisi kemarin [ricuh] itu sudah pada level penanganan tahap keenam.
Tahap keenam boleh menggunakan peluru tajam dengan senjata api,” kata Asep. “Tapi polisi tidak melakukan itu. Padahal pelaku [perusuh] menyerang dengan alat mematikan seperti molotov, batu, konblok. Petasan juga, itu berbahaya. Fatal, bisa mati,” sambung dia. Asep menyatakan dengan pertimbangan kondisi di lapangan oleh kepolisian, meski seharusnya tahap enam bisa digunakan, pihaknya berharap tidak ada oknum sebagai martir yang dapat mengeruhkan suasana. Maka, cara-cara yang dilakukan Polri saat itu ia nilai humanis dan profesional.
Selain itu, Polri menyebut ada sembilan korban jiwa kerusuhan 21-22 Mei. Sebelumnya korban kericuhan ada delapan orang. Kadiv Humas Polri Irjen Muhammad Iqbal menyampaikan bahwa kematian sembilan orang itu masih dalam penyelidikan polisi. Untuk menangani kasus ini kepolisian membentuk tim pencari fakta yang diketuai oleh Irwasum Polri.
Polisi menduga bahwa sembilan orang korban adalah perusuh. "Kami harus sampaikan bahwa sembilan korban meninggal dunia kami duga perusuh. Penyerang. Diduga ya," tegas Iqbal di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (11/6/2019).
Saya rasa polri tak usah lagi menanggapi pernyataan seorang Nurmantyo secara serius. Dia kini yang kabarnya menjadi kader partai berkarya ingin negara ini kembali ke orba. Dimana ABRI saat itu ikut menguasai pemerintahan. Tentara diistimewakan, padahal setiap warga negara memiliki hak yang sama, baik dari sipil maupun militer.
Polri juga harus waspada dengan gerak gerik Gatot, meski penyataannya tak perlu ditanggapi. Mungkin dia kecewa karena diberhentikan sebagai panglima. Dirinya yang tak ada dukungan parpol atau sokongan dana gagal menjadi kandidat RI 1 padahal pemuja fanatiknya sudah koar-koar ingin Gatot jadi presiden. Mungkin inilah saat orang seperti Gatot dan purnawirawan lain untuk beristirahat dari kancah politik. Kalau tak bisa mendinginkan suasana maka alangkah baiknya diam dan tak menuduh macam-macam.
Referensi:
https://tirto.id/tanggapan-polri-atas-omongan-gatot-nurmantyo-soal-aksi-21-22-mei-echR?is_install_whatsapp=1
COMMENTS