Sebut Jokowi Presiden ‘Salesman’, Fadli Zon Malah Kena Skak Mat Arief Puoyono
Tidak bisa dipungkiri, putusan MK yang menolak gugatan tim kuasa hukum BPN Prabowo-Sandi menimbulkan kekecewaan yang mendalam bagi kubu 02 tersebut. Diantaranya yang turut kecewa atas sah-nya Jokowi terpilih sebagai presiden dua periode itu adalah Waketum Partai Gerindra, Fadli Zon.
Namun, meskipun do’i lagi galau, ia masih menyempatkan diri untuk memuji atasannya Prabowo. Menurut om Fadli, om Prab yang menghormati putusan MK serta menyerahkan soal keadilan sepenuhnya kepada Allah S.W.T adalah perbuatan terpuji.
Selain itu, politikus yang doyan nyinyir itu juga menyanjung Prabowo dengan mengatakannya sebagai negarawan.
Terhadap presiden Jokowi, ia justru berkata sebaliknya. Fadli mencemooh presiden terpilih yang tidak terkalahkan dalam 5 kali Pemilu itu. Ia menyebut Jokowi ‘salesman’, amatiran atau politikus yang sering bicara ngawur sereta mengancam anak bangsanya sendiri.
"Saya kira itu adalah pernyataan seorang negarawan. Sayangnya, bangsa ini telah kehilangan kesempatan dipimpin oleh seorang berkualitas negarawan, bukan 'salesman', amatiran, atau politikus yang sering bicara ngawur atau mengancam-ancam anak bangsanya sendiri," ujar Zon.
Pertanyaannya, apakah benar Prabowo itu seorang negarawan, seperti yang telah om Fadli katakan?
Jika ada pepatah mengatakan, "tindakan berbicara lebih keras daripada kata-kata", kita mesti mengetahui dulu apa saja yang telah Prabowo perbuat untuk negeri ini.
Pertama, do’i memang berasal dari kalangan militer. Yang mana dalam sumpah prajurit disebutkan bahwa ‘akan setia kepada NKRI yang berdasarkan UUD 1945’. Artinya, dari sumpah itu, landasan kenegarawanan Prabowo memang ada.
Tapi jangan lupa, do’i adalah tentara pecatan. Ia keluar dari instansi militer bukan karena pensiun seperti tentara pada umumnya, melainkan dipecat karena terlibat dalam kasus penculikan aktivis 1998.
Sampai sekarang, mereka yang diculik itu pun, 13 diantaranya belum ditemukan.
Pertanyaannya, apakah layak pelanggar HAM disebut negarawan?
Kemudian, do’i bernafsu banget pengen jadi presiden tapi kalah mulu. Sejak 2009, Prabowo sudah mengikuti kontestasi Pilpres. Hanya saja gagal maning, gagal maning.
Mencalonkan diri jadi wapres kalah dan mencalonkan diri sebagai presiden tumbang.
Pertanyaannya, apakah ada seorang negarawan yang selalu mengalami kekalahan?
Bukankah orang yang seperti itu layak disebut sebagai pecundang?
Jika memang do’i negarawan sejati, berarti negarawan yang tidak diinginkan oleh rakyatnya doang. Hahaha
Selain itu, sampai saat ini, Prabowo juga belum bisa move on dari kekalahannya di Pilpres 2019. Hal ini tergambar dari pernyataannya, bahwa do’i belum mengucapkan selamat atas terpilihnya Jokowi-Ma’ruf sebagai presiden dan wakil presiden RI periode 2019-2024.
Padahal putusan hakim MK yang menolak gugatannya tersebut besifat final dan mengikat lho. Artinya apa? Titik darah penghabisan itu telah dihabiskan.
Jadi pertanyaannya, apakah seorang negarawan itu tidak mau menghargai kemenangan orang lain dan mengakui kekalahan diri sendiri?
Kalau indikator kenegarawanan seperti itu mah, Bang Toyib yang lagi di Arab Saudi pun bisa disebut negarawan.
Bertapakkan pada karakter, sikap dan prilaku Prabowo tersebut, apakah ia lebih mirip negarawan atau justru pecundang?
Silahkan pembaca Seword nilai sendiri.
Namun, yang menarik di sini, pasca Fadli Zon mengklaim bahwa bos-nya itu adalah negarawan, ia dihantam keras oleh Waketum Partai Gerindra yang lain, Arief Puoyono.
Puoyono malah menyarankan agar Gerindra sebaiknya bergabung ke koalisi parpol pengusung Jokowi saja. "Oposisi atau tidak, semuanya belum diputuskan oleh Pak Prabowo. Kalau kita berkoalisi, justru lebih baik karena kita bisa saling membangun negara ini," ujarnya, (28/06).
Artinya apa? Ia juga menyarankan agar Fadli Zon jadi pendukung Jokowi doang. Hahaha
Bak seorang salesman yang berjualan obat-obatan, Puoyono menerangkan, ada banyak keuntungan yang bakal didapatkan oleh Jokowi jika Gerindra menjadi partai pendukung pemerintah, yakni Gerindra bisa ‘menjaga’ Jokowi selama memimpin negara.
"Justru dengan kita berkoalisi, kita lebih memberikan masukan dan mengingatkan Kangmas Joko Widodo jika ada setan-setan kurap di sekitar Kangmas Joko Widodo yang ingin menjerumuskan Kangmas Joko Widodo agar berbuat atau membuat kebijakan yang bisa membahayakan negara. Misalnya sebuah kebijakan ekonomi yang tidak berpihak pada petani, buruh, dan nelayan serta pengusaha nasional," ujarnya.
"Jadi oposisi, justru kita baru bisa mengkritisi setelah pemerintah membuat kebijakan yang tidak pro-rakyat dan biasanya untuk membatalkan kebijakan tersebut sangat sulit. Contoh saja PP 78 tentang pengupahan yang banyak merugikan pekerja dan pengusaha serta PP tentang TKA. Jadi, jauh lebih baik berkoalisi daripada oposisi," lanjut om Puoyono.
Lawan debat Adian di Mata Najwa itu pun berjanji, jika benar-benar merapat ke kubu Jokowi, Gerindra akan memberikan masukan-masukan yang baik untuk pemerintah. Sebab menurutnya, Jokowi selama ini dikelilingi oleh banyak orang-orang yang menjerumuskannya ke jalan yang buruk. Hahaha
Lalu, kalau Gerindra benar-benar bergabung ke koalisi pendukung Jokowi, Fadli Zon jadi apa?
Jadi cebong yang tidak dianggap.
Sumber: Seword.com
COMMENTS