Ujian Akhir Kenegarawanan Prabowo Saat Penetapan Pemenang PilPres 2019
Beberapa waktu lalu, pasca putusan MK soal gugatan kubu Prabowo-Sandiaga yang ditolak seluruhnya (dan ditolak itu sakit, man!) ... ada pernyataan asal njeplak seperti biasa dari Fadli Zon. Salah satu orang penting di partai Gerindra, juga di kalangan anggota dewan yang (seharusnya) terhormat ... tetapi kurang penting di mata para penulis itu dengan angkuhnya menganggap bahwa:
Pakde Jokowi tak ubahnya seperti seorang salesman dan politisi. Lalu dibilang pula bahwa Indonesia kehilangan kesempatan hebat untuk dipimpin oleh seorang (yang katanya) negarawan bernama Prabowo Subianto.
Kita mungkin tertawa ngakak mendengar pernyataan dari orang semacam Fadli Zon ini. Sikap hormat sih memang selayaknya diberikan, karena posisi Prabowo Subianto di partai Gerindra maupun sebagai seorang Capres. Statusnya sebagai Capres yang kalah berkali-kali tentulah tak boleh mengurangi rasa hormat seorang Fadli Zon terhadap Prabowo Subianto. Namun, mengatakan bahwa Prabowo seorang negarawan, atau masih dianggap sebagai negarawan?
Dahulu mungkin Prabowo Subianto adalah seorang negarawan, yang berjasa bagi negara lewat posisinya sebagai Danjen Kopassus pada era Presiden Soeharto, yang tak lain adalah mertuanya sendiri. Namun, semakin ke sini ... kualitas negarawan seperti diakui oleh Fadli Zon ... rasanya patut dipertanyakan deh! Betul?
Meski pendapat ini mungkin masih bisa diperdebatkan ... dan tidak ada selesainya karena perbedaan sudut pandang ... tetapi rasanya selama 5 tahun ini.
KENEGARAWANAN PRABOWO SUBIANTO SEDANG TAK TERLIHAT!
Mungkin sedang disimpan dalam kotak, eh lemari besi, lalu ditutup rapat-rapat! Nanti tunggu waktu yang tepat maka akan dibuka dan "dikenakan" lagi.
Menilai kenegarawanan Prabowo Subianto
Berikut ini ada setidaknya 6 catatan mengenai betapa kenegarawanan Prabowo Subianto rasanya memang patut untuk dipertanyakan:
Tak ada upaya untuk mencegah ketika dahulu Basuki Tjahaja Purnama sedang diburu begitu rupa karena tuduhan penistaan agama. Sebagai orang yang pernah mendorong dan berada di belakang Jokowi-Ahok pada Pilkada 2012 silam...hal ini patut dipertanyakan. Negarawan sejati seharusnya berbuat sesuatu saat ada peristiwa yang berpotensi bisa menjadikan bangas ini "terbelah" karena perlakuan kurang adil dialami oleh salah satu warga terbaiknya.
Sejak awal konsisten menuding (menganggap) bahwa PilPres 2019 akan berjalan tidak adil, penuh kecurangan yang bersifat TSM (Terstruktur, Sistematis, dan Masif) tetapi sama sekali tidak terbukti bahkan sampai di tingkat MK.
Sujud syukur merayakan kemenangan palsu dan membiarkan tudingan kepada lembaga survei yang bekerja secara ilmiah (sesuai ilmu) dan sesuai aturan yang ada ... hanya karena hampir semua lembaga survei tidak memenangkan Prabowo-Sandiaga dalam hitungan cepat (quick count) mereka.
Memberikan pernyataan-pernyataan yang cenderung provokatif dan seakan tidak mempercayai KPU hingga pemerintah sebagai yang telah berupaya begitu rupa mengadakan Pemilu yang jurdil dan dapat dipertanggung jawabkan, meski masih ada banyak kekurangan atau catatan yang perlu diperhatikan.
Membiarkan cara-cara kampanya busuk untuk melemahkan lawan politiknya.
Tidak mencegah kelompok-kelompok tertentu, juga Habib Rizieq yang berkoar-koar dari jauh ... yang berupaya untuk melakukan sesuatu yang berakibat kurang baik bagi kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara yang selama ini sudah terjalin.
(Silakan tambahkan lagi hal-hal lain yang langsung teringat oleh Anda saat membaca kalimat ini)
Sore ini (Minggu, 30 Juni 2019) adalah ujian terakhir bahwa kenegarawanan seorang Prabowo Subianto. KPU sendiri menyatakan bahwa hadir-tidaknya Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno pada penetapan Jokowi-Ma'ruf sebagai PEMENANG PILPRES 2019 tidak mempengaruhi keputusan KPU.
Meski KPU juga mengaku sudah menyiapkan agenda agar kedua paslon pada PilPres 2019 tersebut bisa memberi pernyataan resmi seperti yang mereka lakukan saat memulai PilPres 2019 lalu, setelah mengambil nomor undian.
Jika Prabowo Subianto datang ... artinya masih bisalah kita pertimbangkan bahwa kenegarawanan beliau masih ada. Meski masih tetap perlu dibuktikan oleh waktu. Namun, jika (akhirnya) tidak datang ... silakan ambil kesimpulan sendiri apakah perkataan Fadli Zon pada awal artikel di atas pantas dibenarkan atau tidak ... karena sejatinya junjungan politisi Gerindra tersebut hanyalah seorang ... NEGALAWAN alias "negarawan" yang bersikap kayak anak kecil!
Sumber: Seword.com
COMMENTS