Prabowo adalah capres hasil ijtima ulama. Lebih baik capres pilhan ulama (Prabowo) ketimbang ulama pilihan Presiden (Kiai Maruf).
Prabowo adalah capres hasil ijtima ulama. Lebih baik capres pilhan ulama (Prabowo) ketimbang ulama pilihan Presiden (Kiai Maruf).
Kalimat di atas jelas tak asing lagi di telinga dan mata kita. Hampir di setiap komentar, selalu saja ada kalimat semacam itu. Demi mengukuhkan bahwa Prabowo pilihan terbaik, bahkan lebih ‘ulama’ dari Kiai Maruf Amin.
Pesan bahwa Prabowo lebih baik ketimbang Jokowi ataupun ulama kharismatik (Kiai Maruf Amin), kemudian disempurnakan oleh ustad-ustad kondang sebagai pembenaran. Ustad Adi Hidayat dan Ustad Somad sama-sama memegang dada Prabowo, seolah menitipkan pesan, seolah Pilpres telah usai sebelum hari H pencoblosan. Keduanya seolah sangat yakin bahwa Prabowo akan terpilih.
Ustad Somad lebih dahsyat lagi. Beliau sempat bercerita bahwa setiap dirinya keliling untuk ceramah, semua jemaahnya selalu mengacungkan dua jari. Selalu menyebut Prabowo…Prabowo.
Ustad Somad juga mencari ulama yang memiliki mata bathin bersih, kemudian diceritakannya bahwa Prabowo hadir 5 kali dalam mimpi sang ulama. Sehingga dalam masa-masa akhir kampanye, Somad mengatakan bahwa ummat sudah memilih, ulama juga sudah mendukung.
“Kalau mimpi satu kali bisa jadi dari setan. Tapi lima kali dia mimpi ketemu Bapak, sinyal!” ucap Somad di depan Prabowo. Pernyataan ini adalah pelengkap dari kesimpulan bahwa Pilpres pasti dimenangkan Prabowo.
Ditambah dengan puisi Neno yang mengatakan kalau Prabowo kalah, dia khawatir tak ada lagi yang menyembah Allah. Serta pernyataan Amien Rais yang menyebutkan Allah akan malu kalau tidak mengabulkan doa mereka. Maka sempurnalah narasi “Prabowo pasti menang.”
Selain Somad dan Adi Hidayat, pada forum ijtima ulama, ada banyak ulama yang begitu percaya diri Prabowo pasti menang. KH Abdul Rasyid Abdullah Syafie, Ustad Zaitun Rasmin, Ustad Slamet Maarif, KH Sobri Lubis, Ustad Bachtiar Nasir, Habib Rizieq, Tengku Zulkarnain dan seterusnya.
Mereka semua kondang, punya pengikut dan jemaah yang banyak. Secara nasab, Rizieq sudah mengklaim gelar Habib di depan namanya. Gelar istimewa untuk keturunan Nabi Muhammad. Secara keilmuan? Jangan ditanya. Mereka fasih berdakwah selama bertahun-tahun.
Namun faktanya Prabowo kalah. Sangat telak, selisih 11% dan mustahil bisa dibalikkan di MK.
Banyak orang berpikir bahwa ustad-ustad dan ulama yang mendukung Prabowo tak cukup ditaati oleh jemaahnya. Ada juga penelitian bahwa hanya 40% orang yang mengenal dan mendengar ceramah Rizieq, dan mau memilih Prabowo. Dari semua nama ustad dan ulama, yang paling tinggi loyalitasnya adalah Somad, Jemaahnya ikut apapun pilihan Somad. Tapi itupun hanya 65%.
Wajar kalau Denny JA sebagai founder survei di Indonesia agak mengkhawatirkan peran Somad. Karena kalau sampai dia berpihak sejak awal kampanye, persaingan bisa berlangsung ketat. Tapi nyatanya Somad baru muncul di ujung kampanye, entah karena alasan apa. Sehingga secara penelitian, peran Somad jadi tidak maksimal.
Sebagai orang berpendidikan, tentu menarik melihat hasil survei dan angka-angka yang disajikan. Tapi sebagai muslim, saya justru melihat hal yang jauh lebih menarik lagi.
Dalam ajaran agama Islam, kita diajarkan untuk melakukan istikhoroh dalam setiap hal, terutama saat ingin mengambil keputusan besar. Seperti menikah, bekerja, kuliah dan seterusnya. Tapi yang paling populer di kalangan muslim awam adalah soal pernikahan. Setiap anak muda yang ingin menikah akan diminta untuk shalat istikhoroh.
Istikhoroh ini bisa dijadikan petunjuk untuk memilih salah satu dari dua pilihan, atau menilai baik buruk satu-satunya pilihan yang ada saat itu. Sehingga keputusan untuk datang melamar, atau menerima lamaran, ditentukan lewat hasil istikhoroh yang datang lewat mimpi setelah shalat.
Di kalangan Kiai, ulama ataupun ustad, kualitas istikhorohnya pasti lebih jelas dan terang dibanding kalangan awam. Sehingga dalam hal Pilpres, seharusnya para Kiai dan ulama itu sudah tahu siapa yang akan menjadi Presiden sampai 2024 bahkan sebelum hari pencoblosan ataupun sebelum lembaga survei mengeluarkan quick count.
Salah seorang Kiai kampung yang saya kenal baik dan sejauh ini tak pernah meleset hasil istikhorohnya, selalu jadi pijakan untuk melangkah, baik untuk urusna kerja ataupun cinta, 6 bulan sebelumnya sudah mengatakan pada Ayah saya. “Prabowo gelap, Jokowi terang.”
Biasanya Kiai melakukan 3 kali istikhoroh. Jika 3 kali mimpinya konsisten, atau minimal 2 kali sama, maka kemungkinan hal itu akan terjadi di masa yang akan datang.
Namun untuk urusan Pilpres ini, Kiai sudah menjawab pertanyaan Ayah hanya dengan sekali istikhoroh. Mungkin karena saking yakinnya. Namun Ayah tetap meminta agar dilakukan 3 kali, seperti biasa. Dan hasilnya pun tetap sama, konsisten.
Lalu hari ini, melihat Prabowo kalah dan Jokowi menang, saya teringat dengan hasil istikhoroh Kiai. Ternyata benar. Namun di sisi lain saya juga bertanya-tanya, kenapa para ulama dan ustad kondang macam Somad atau Adi Hidayat justru berdiri di pihak yang kalah? malah mengendorse Prabowo agar dipilih oleh rakyat Indonesia. Mengapa ijtima ulama justru memilih Prabowo? apakah mereka semua tidak melakukan istikhoroh tentang Presiden Indonesia? ataukah hasil istikhoroh mereka sama-sama meleset atau tidak akurat?
Bagi saya, terserah mau meleset ataupun tidak melakukan istikhoroh, andai saya di posisi mereka dengan gelar ustad, kiai, ulama atau habib, pasti saya malu sekali karena Prabowo kalah. Karena kekalahan ini menunjukkan betapa mereka tak tahu apa-apa soal taqdir. Tak ada bedanya dengan orang yang tak bisa shalat istikhoroh dengan baik dan benar.
COMMENTS