Kerusuhan 22 Mei di Jakarta kemarin memakan korban. Setidaknya ada 3 orang meninggal setelah aksi rusuh yang mereka lakukan. Dan salah satu diantaranya merupakan anggota FPI.
Kerusuhan 22 Mei di Jakarta kemarin memakan korban. Setidaknya ada 3 orang meninggal setelah aksi rusuh yang mereka lakukan. Dan salah satu diantaranya merupakan anggota FPI.
Yang cukup aneh dari korban meninggal di aksi rusuh ini adalah, mereka mati karena tertembak. Padahal TNI dan Polri tidak membawa senjata tajam. Dalam penanganannya, aparat hanya menggunakan tembakan gas air mata untuk meredam amarah perusuh yang terus melempari batu dan molotov.
Tapi kenapa ada korban yang mati tertembak?
Sebelum membahas jawaban dari pertanyaan tersebut, kita loncat dulu pada propaganda isu yang dimainkan oleh Amin Rais dan Fadli Zon yang setelahnya berfoto memegang peluru. Dalam foto yang diunggah Fadli, ada ratusan peluru di tangannya. Peluru tersebut diklaim merupakan peluru yang dikumpulkan oleh demonstran, saat terjadi kerusuhan.
Setelah jatuh korban, Amin Rais dan Fadli Zon kompak satu narasi: peluru. Seolah-olah itu dilakukan oleh aparat kita. Padahal logikanya, jika ada ratusan peluru yang ditembakkan, seperti yang dipegang Fadli Zon, seharusnya korban meninggal juga mencapai ratusan orang. Karena aparat kita bukan amatir yang tak bisa menggunakan senjata.
Tapi, Fadli Zon adalah manusia cacat logika. Jadi percuma kita bantah, dia tetap akan selalu punya tipu muslihat. Contohnya Ratna Sarumapet. Fadli Zon adalah politisi pertama yang berfoto dengan Ratna Sarumpaet dan mengklaim bahwa dirinya sedang menjenguk.
Saya tidak sedang menyamakan korban meninggal dengan Ratna. Karena keduanya punya perbedaan. Korban meninggal itu benar-benar mati. Sementara Ratna, hanya pura-pura dikeroyok. Dan point pentingnya bukan soal itu, tapi di kelicikan Fadli Zon serta Amien Rais dalam mengolah isu dan melakukan propaganda. Dilakukan tanpa logika umum.
Setelah Fadli Zon dan Amien Rais memainkan propagandanya, Prabowo menutup dengan konpres. Lagi-lagi, polanya persis seperti kasus Ratna Sarumpaet. Sehingga kita patut bertanya, apakah semua ini juga settingan? Termasuk beberapa orang yang sengaja dibunuh untuk menguatkan narasi?
3 orang yang meninggal dunia itu bukan ditembak TNI Polri. Mereka ditembak oleh senjata ilegal yang lolos dari pantauan. Meskipun otak penyelundupan senjata sudah berhasil ditangkap, Soenarko, tapi tetap saja ada beberapa senjata yang lolos dan berkeliaran. Maka jika benar salah satu seorang perusuh mati karena tertembak, dapat dipastikan itu hasil tembakan nonaparat. Penembakan itu dibuat untuk memprovokasi masyarakat, memfitnah Polisi.
Untungnya masyarakat tak terpancing. Melihat kerusuhan yang berlarut-larut hingga dinihari, masyarakat justru mengapresiasi aparat dalam mengamankan Jakarta. Bisa juga karena polanya terlihat sama seperti kasus Ratna. Sudah muak dengan gerombolan tukang hoax dan provokasi seperti Amien Rais, Fadli Zon dan Prabowo Subianto.
Namun masalahnya 3 orang yang turun dalam aksi rusuh 22 Mei itu terlanjur mati. Bukannya menjadi pahlawan dalam kebangkitan kubu Prabowo, malah terlihat tak ada dampaknya.
Orang-orang lebih membicarakan Polisi yang video call dengan anaknya. Membicarakan polisi yang tetap sabar meski diprovokasi dan dilempar batu. Dan entah kenapa tak tertarik membicarakan 3 orang meninggal akibat kerusuhan. Bahkan di kelompok Prabowo sendiri, mereka tak membicarakan ini.
Sungguh tragis sekali.
3 orang manusia mati demi Prabowo. Turun ke jalan tanpa alasan logis, menuduh KPU, Bawaslu dan Jokowi curang, padahal mereka tak punya bukti dari semua yang dituduhkannya. Datang ke Jakarta melakukan kerusuhan, mengancam keamanan negara, menantang dan memprovokasi TNI Polri.
Sungguh saya tidak bisa melihat ada hal positif yang bisa dijadikan alasan bahwa mereka mati dalam jalan yang benar. Sama sekali tidak ada. Semua yang mereka lakukan adalah keburukan. Tidak mau menerima kekalahan dari pemilu yang dilaksanakan secara transparan dan adil. Tidak mau menerima taqdir Allah tentang terpilihnya lagi seorang Jokowi menjadi Presiden Indonesia lewat pemilu.
Yang mereka tantang adalah sistem. Yang mereka perjuangkan adalah merusak demokrasi dan kesepakatan bersama dalam bernegara. Tak ada kesimpulan lain kecuali mereka sedang benar-benar menimba dosa. Berhianat pada ratusan juta warga Indonesia.
Sudah begitu, apa yang mereka lakukan gagal menciptakan chaos. Gagal menaikkan Prabowo, gagal melakukan kudeta.
Mereka sejatinya mati demi Prabowo. Tapi entah apakah Prabowo peduli pada mereka? adakah santunan yang dikirimkan? Atau minimal karangan bunga. Semoga ada. Karena kalau tidak, nyawa mereka benar-benar murah sekali.
COMMENTS