Kebelet Berkuasa Prabowo Hilangkan 22 Juta Suara Jokowi
Dari semula Prabowo sudah tidak mau mengakui kekalahannya. Ini terbukti dari klaim kemenangan Prabowo pada hari yang sama selesai pencoblosan. Kala itu Prabowo mengklaim telah memenangkan suara sekitar 62% dan Prabowo bersujud syukur seperti yang dia lakukan pada tahun 2014 lalu.
Tabiat Prabowo ini tak pernah berubah sejak 2014 lalu. Meski sudah jelas-jelas kalah, Prabowo tetap bersujud syukur mengakui kemenangannya. Dan itu kemudian dibuktikan oleh hitung manual KPU yang tetap memenangkan Jokowi-JK saat itu. Meski sudah kalah, Prabowo tetap melayangkan gugatan sengketa pilpres ke MK.
Namun MK pada saat itu menolak gugatan Prabowo-Hatta saat itu, dengan amar keputusan setebal 4.390 halaman. Dan perlu sekitar 7 jam untuk menyelesaikan pembacaan amar keputusan tersebut oleh sembilan Majelis Hakim MK secara bergantian. Dan itu pun diselingi oleh 3 kali skorsing.
Keputusan MK menolak gugatan Prabowo-Hatta karena semua tuntutan Prabowo-Hatta saat itu tak satu pun dapat dibuktikan kebenarannya di persidangan. Salah satu yang ditolak MK adalah klaim hitungan kemenangan Prabowo-Hatta yang tidak terbukti.
Saat itu Prabowo-Hatta mengklaim bahwa mereka telah memenangkan sebanyak 67.139.153 suara, sedangkan pasangan Jokowi-JK saat itu mendapatkan 66.435.124 suara, yang berarti ada selisih sebanyak 704.029 suara dari perolehan suara Jokowi-JK.
Klaim kemenangan Prabowo-Hatta ini untuk mengcounter kemenangan Jokowi-JK versi KPU yang mana Jokowi-JK memperoleh 70.997.833 suara sedangkan Prabowo-Hatta mendapatkan 62.576.444 suara.
Namun sayangnya, klaim kemenangan Prabowo-Hatta ini tidak dapat dibuktikan pada saat sidang di MK. Menurut MK pemohon tidak menguraikan dengan jelas dan rinci pada tingkat mana dan dimana terjadinya kesalahan hasil penghitungan suara yang berakibat berkurangnya perolehan suara pemohon dan bertambahnya perolehan suara pihak terkait. Bukti dan saksi dalam persidangan juga tak mampu menjelaskan hal itu.
"Justru sebaliknya keterangan saksi yang diajukan oleh termohon dan pihak terkait membuktikan bahwa tidak ada keberatan dari semua saksi pasangan calon dalam proses rekapitulasi mengenai perolehan suara," kata Hakim MK Muhammad Alim.
Sepertinya pengalaman gugatan ke MK pada tahun 2014 lalu tidak memberikan pembelajaran bagi Prabowo. Hal yang sama tetap dijadikan sebagai bahan gugatan sengketa pilpres ke MK. Prabowo seakan tidak kapok bahwa hal yang sama, jika sebelumnya sudah dinyatakan ditolak namun tetap dipaksakan untuk dimasukkan sebagai bahan gugatan tentu akan membuat publik tertawa.
Jika pada tahun 2014 selisih perolehan suara Prabowo-Hatta dengan Jokowi-JK yang digugat sekitar 704.029 suara, itu digugurkan oleh MK. Dan pada pilpres 2019 ini, Prabowo-Sandi tidak tanggung-tanggung menghilangkan suara Jokowi-Amin sekitar 22 juta.
Dalam isi revisi permohonan gugatan hasil Pilpres 2019 ke MK oleh BPN Prabowo-Sandi, terdapat 22.034.193 suara Jokowi-Amin hilang dari gugatan tersebut. Sedangkan suara Prabowo-Sandi tetap sama seperti hitung manual KPU.
Dengan perolehan suara seperti yang dikemukakan oleh BPN, maka Prabowo-Sandi mendapatkan 52% suara, sedangkan Jokowi-Amin hanya mendapatkan 48% suara. Jika MK menerima gugatan BPN tersebut maka, Prabowo-Sandi akan ditetapkan sebagai Presiden-Wakil Presiden terpilih.
Tapi apakah BPN seyakin itu bahwa MK akan memenangkan gugatan mereka? Dengan selisih suara 22 juta tersebut apakah BPN dapat menyodorkan bukti-bukti yang valid atas klaim mereka tersebut?
Pada tahun 2014 yang selisih hanya sekitar 700 ribuan saja, mereka tidak dapat membuktikannya secara sah, apalagi dengan selisih sekitar 22 juta suara. Selisih tersebut pun lebih besar daripada perolehan suara Prabowo-Sandi di Jawa Barat sekitar 16 juta suara. Dan perlu berapa ribu TPS untuk mengklaim kecurangan yang terjadi?
Yang lebih mengherankan lagi, mereka mengakui seluruh perolehan suara Prabowo-Sandi hasil hitung manual KPU sebanyak 68.650.239 suara, tetapi mereka dengan gampang menghilangkan suara Jokowi-Amin sebanyak 22.034.193 suara dengan alasan tidak sesuai dengan daftar DPT.
Sepertinya syahwat Wowo untuk berkuasa sudah tidak tertahankan lagi. Sampai-sampai dengan gampangnya menghilangkan perolehan suara Jokowi-Amin sekitar 22 juta itu. Apakah mereka tidak sadar telah melecehkan rakyat yang telah memberikan suara pada hari pencoblosan tersebut? Apakah mereka tidak menghormati 22 juta rakyat yang telah memilih Jokowi-Amin? Sehingga dengan seenaknya saja mereka menghilangkan suara tersebut dan mengklaim kemenangan mereka?
Semula saya sangat mengagumi sosok Denny Indrayana sebagai seorang praktisi hukum. Tetapi melihat gugatan yang dilayangkan oleh BPN ke MK, membuat saya bertanya-tanya apakah Denny Indrayana sudah kehilangan akal sehatnya? Sebungul-bungulnya urang banua, saya yakin mereka masih punya akal sehat yang bisa membedakan mana baik dan mana yang jahat. Jangan sampai karena sudah tidak dipakai lagi pada pemerintahan kali ini, menjadikan dirinya seorang yang antipati kepada pemerintah.
COMMENTS