Terungkap! Prabowo yang Eks Danjen Kopassus itu Ternyata Hanya Pion dalam Aksi Kerusuhan 22 Mei
Sebelumnya, penulis beranggapan kalau Prabowo itu hanya memanfaatkan kelompok radikal, seperti eks HTI dan FPI untuk mendulang suara.
Setelah ia terpilih jadi presiden, maka ia akan memberengus sampah masyarakat itu, seperti saat mantan mertuanya membredel media cetak yang mengkritiknya.
Bagaimana tidak, kedua organisasi ini sama-sama memiliki masa yang cukup banyak.
Dan tentunya, militansi anggotanya itu yang tidak bisa diragukan lagi.
Ketua FPI, Muchsin Alatas pernah menyebut, jumlah laskar FPI ada sekitar tujuh jutaan, yang berasal dari Aceh sampai Papua.
Jika satu laskar saja mengajak salah satu anggota keluarganya untuk memilih Prabowo, maka sudah dipastikan ada 14 juta suara dari Ormas yang didirkan oleh Rizieq itu masuk kantong suara Paslon 02.
Cukup besar, bukan?
Itu baru dari FPI lho. Belum lagi dari eks HTI.
Sebagaimana kita ketahui bahwa HTI sudah dibubarkan oleh Jokowi.
Mereka tentu tidak mau orang yang telah memporak pandakan organisasinya berkuasa lagi. Karena kalau Jokowi terpilih jadi presiden untuk periode kedua, maka organisasinya, tempat mereka berjihad menuju akhirat itu akan tetap mati suri.
Beda kalau Prabowo yang terpilih jadi presiden, mereka beranggapan, masih bisa meminta Prabowo untuk membatalkan pembubaran HTI, dengan bermodalkan jasa dukungan di Pilpres 2019.
Massa HTI kok, meskipun mengharamkan demokrasi, tapi mendukung Prabowo. Kwkwkwk
Pertanyaannya, apa bukti kalau HTI mendukung capres 02 tersebut?
Sejumlah tokoh eks HTI sudah terang-terangan mengatakan akan mendukung Prabowo pada Pilpres 2019. Contohnya saja Ismail Yusanto, pernah menyatakan dukungan pada gerakan #2019GantiPresiden, yang diinisiasi oleh politikus PKS, Mardani Ali Sera itu.
Ismail menegaskan, organisasinya memiliki semangat yang sama dengan gerakan yang diusung oleh Mardani.
Mereka sama-sama tak menginginkan Jokowi dua periode.
“#2019GantiPresiden adalah gerakan rakyat yang sudah emoh terhadap rezim zalim, bohong, dan ingkar janji,” ujar Ismail
Sedangkan, gerakan #2019GantiPresiden ini kerap kali diasosiasikan dengan kubu pendukung Prabowo-Sandi. Kwkwkwk
Memang sih, langkah Prabowo menggandeng ormas garis keras itu cukup ampuh untuk meningkatkan perolehan suaranya. Terbukti ia mampu memperoleh 66.583.316 suara.
Namun, keberhasilannya tersebut, ternyata juga diiringi oleh kegagalan. Persis seperti seleksi alam, ada yang masuk dan ada yang keluar.
Dukungan dari Ormas intoleran memang mengalir deras ke Prabowo. Bahkan, diantaranya ada yang menempati posisi strategis di BPN Prabowo-Sandi, seperti Jubir FPI, Slamet Maarif yang menjabat sebagai Wakil Ketua BPN.
Tapi, kaum minoritas, jadi takut kalau Prabowo terpilih jadi presiden, sehingga mereka total mendukung Jokowi?
Pertanyaannya, kenapa minoritas lebih memilih Jokowi dibandingkan Prabowo?
Karena selama ini, FPI kerab kali mengacak-ngacak kehidupan mereka.
Selanjutnya, berapa banyak penganut pluralisme dan toleran yang tidak suka dengan kelakuan FPI dan HTI selama ini?
Mereka tentunya, tidak akan memberikan suaranya kepada Prabowo, yang telah menganakemaskan Ormas intoleran tersebut.
Nah, yang selama ini yang ada dipikiran penulis, bahwa Prabowo telah memanfaatkan ormas radikal untuk kepentingan politiknya, ternyata salah.
Ternyata Prabowo hanya sebagai pion. Sedangkan aktor utamanya terdiri dari dua kelompok.
Hal ini diungkapkan oleh Ketua Setera Institute, Hendardi.
Ia menduga aktor utama atau mastermind dari aksi 21-22 Mei adalah pensiunan tentara dan kelompok radikal.
Kedua kelompok inilah yang disebut-sebut menunggangi Prabowo-Sandi.
"Aktor utamanya atau mastermind aksi 21-22 Mei 2019 hanya ada dua kemungkinan; pensiunan tentara dan jaringan kelompok radikal, yang pada dasarnya simpatisan dan pendukung yang menunggangi paslon 02, untuk kepentingan politik mereka masing-masing. Kalau preman-preman bayaran itu pion saja, hanya dipakai untuk kepentingan mereka," ujar Hendardi (31/05).
Aktivis HAM tersebut menilai, Prabowo sebenarnya tidak mampu mengendalikan aksi-aksi yang dirancang dua aktor utama tersebut.
Bahkan, menurutnya, tidak ada faktor yang bisa menghentikan atau mengendalikan aksi-aksi mereka.
Hendardi menjelaskan, skenario terbesar di balik aksi para perusuh 22 Mei lalu adalah memaksakan kemenangan Prabowo-Sandi, melalui dua saluran utama, yakni pseudo-yuridis, dengan memaksakan kehendak kepada Bawaslu untuk mendiskualifikasi pasangan Jokowi-Ma’ruf.
Jelang sidang MK ini, sebenarnya ada kekhawatiran akan terjadi kerusuhan ulang. Akan tetapi, kerusuhan susulan sebenarnya bisa diantisipasi oleh aparat penegak hukum.
Katanya Prabowo ini tegas dan ahli perang, tapi kok, ternyata dia yang dikendalikan oleh Ormas radikal dan pensiunan tentara.
Pertanyaannya, siapakah yang memanfaatkan dan dimanfaatkan?
Jangan-jangan, tentara pecatan yang sudah bersusah payah untuk menjadi presiden itu, dengan pengalaman tiga kali gagal di Pilpres, satu kali gagal membangun rumah tangga yang justru dimanfaatkan oleh kelompok radikal?
Sungguh terlalu, sudah tua, capek, kalah dan dimanfaatkan pula.
COMMENTS